kolom akademik


Hukum Laut  Internasional: Perjanjian Internasional yang Telah Diratifikasi Indonesia



Berkaitan dengan perkembangan hukum laut internasional, Pemerintah Indonesia kembali turut serta dalam berbagai perundingan mengenai dibentuknya suatu konvensi hukum laut internasional. Hingga pada akhirnya tanggal 10 Desember 1982 telah ditandatangani Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) atau yang disebut UNCLOS 1982. Konvensi ini pada tanggal 16 November 1994 telah memenuhi syarat ratifikasi (minimal 60 negara meratifikasi) sehingga dapat diberlakukan.
Dari mulai ditandatangani konvensi ini hingga mencapai tahap diberlakukannya konvensi ini telah memakan jangka waktu yang cukup lama yaitu hampir 12 tahun. Hal ini disebabkan banyak konsep baru diatur di dalam konvensi ini seperti konsep negara kepulauan, perlindungan lingkungan laut, pembentukan Mahkamah Dasar Laut, Pembentukan Otorita Dasar Laut dll. Konvensi ini terdiri dari Pembukaan, 17 Bab, 320 Pasal, dan 9 Lampiran. Isi  konvensi tersebut terdiri dari bab-bab yang mengatur masalah laut territorial dan zona tambahan, kemudian selat yang digunakan untuk pelayaran Internasional, serta mengenai negara kepulauan. Ada bab-bab lain yang mengatur Zona Ekonomi Eksklusif, landas Kontinen, laut lepas, dan masalah Rezim Pulau. Selain itu, konvensi mengatur mengenai laut teritorial atau setengah tertutup, hak negara tak berpantai untuk masuk ke dalam dan ke luar laut, serta masalah kebebasan  melakukan transit.  Adapula bab-bab yang mengatur masalah kawasan, Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut, Riset Ilmiah Kelautan, Pengembangan dan Alih Teknologi Kelautan, serta  mengenai Penyelesaian Sengketa.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi ini melalui Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tertanggal 31 Desember 1985. Berkaitan dengan peningkatan kerjasama internasional khususnya kerjasama selatan-selatan di bidang kelautan, maka pada tanggal 7 September 1990 di kota Arusha,Tanzania telah dibentuk suatu Organisasi Hubungan Kerjasama Lautan Hindia melalui suatu persetujuan yang dinamakan Agreement on the Organization for Indian Ocean Marine Affair Cooperation (IOMAC). Melalui Keputusan Presiden No. 86 Tahun 1993 tertanggal 16 September 1993 persetujuan pembentukan organisasi ini telah diratifikasi. Ratifikasi atas persetujuan ini tercantum dalam pertimbangannya yang menyatakan :
bahwa di Arusha, Tanzania pada tanggal 7 September 1990 Delegasi Republik Indonesia telah menandatangani Agreement on the Organization for  Indian Ocean Marine Affairs Cooperation (IOMAC) yang mengatur kerjasama masalah kelautan di Samudera Hindia.”
Beberapa konvensi lainnya yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia di bidang kelautan adalah International Convention for Safe Containers melalui Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1989 tertanggal 17 Juli 1989, International Convention for Standard of Training, Certification and Watch Keeping for Seaferers 1978 melalui Keputusan Presiden No 60 Tahun 1986 tertanggal 4 Desember 1986, Convention on the International Regulation for Preventing Collisions at Sea 1960 yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 107 tahun 1968. Konvensi ini kemudian diganti dengan Convention on the International Regulation for Preventing Collisions at  Sea 1972  yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1979 tertanggal 11 Oktober 1979.

Implementasi Perjanjian Internasional oleh Pemerintah Indonesia
Implementasi secara sederhana dapat dikatakan sebagai upaya penerapan suatu perjanjian internasional melalui suatu peraturan hukum nasional dengan ketentuan yang bersifat lebih lanjut. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi kemudian menjadi hukum nasional belumlah cukup memadai untuk dilaksanakan. Karena itu dibutuhkan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya sesuai dengan pasal-pasal perjanjian internasional tersebut.
             Implementasi  suatu perjanjian internasional menjadi sangat penting dan diperlukan untuk dapat memberikan masukan baru sehingga dapat menambah wawasan bagi perkembangan hukum nasional. Kadang-kadang ada peraturan-peraturan yang belum diatur dalam hukum nasional, maka perjanjian internasional yang telah diratifikasi tersebut diharapkan dapat menambah kekurangan yang ada di dalam sistem hukum nasional. Sebagai contoh adalah ketentuan mengenai sertifikasi internasional, pencegahan pencemaran lintas batas dan mekanisme penelusuran informasi belum diatur dalam sistem hukum nasional.
Selain itu dalam hubungan internasional Indonesia akan berperan lebih besar lagi dengan keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan penting yang berkaitan dengan perjanjian internasional tersebut, seperti dalam penyusunan peraturan-peraturan perjanjian internasional dalam bentuk protocol, annex, maupun amandement. Tindakan meratifikasi suatu perjanjian internasional bagi Indonesia dapat meningkatkan kerjasama internasional dan hubungan yang luas. Selain itu bantuan luar negeri baik yang berupa pendanaan maupun alih teknologi serta bantuan ilmiah seperti yang telah tercantum dalam suatu perjanjian internasional dapat memberikan keuntungan untuk meningkatkan dan mendorong pembangunan nasional.
(Iji Jaelani)







[1] John Hunwick. “Sub-Saharan Africa amd the Wider World of Islam”. Hal. 45, pembakaran itu dilakukan oleh turis gila dari Australia.
[4] Http://bataviase.co.id/node/235041, diakses pada 4 Oktober 2012, pukul 14.59 wib.
[5] Dr. Abdul Hadi Adnan. “Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika”. 2007: 259-260.
[6] Ibid hal. 61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar