Senin, 20 Mei 2013

Gus Dur dan Pemikiran Ahlusunnah Waljamaah


Gusdur
Arkeologi dan genealogi[1]  Ahlussunnah  wal jamaah merupakan sesuatu hal yang sangat urgen bagi pemahaman pemikiran umat Islam. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi pemikiran umat Islam dalam lintasan sejarah dengan berbagai epitimologis dan politis era kontemporer  hingga periode Nabi Muhammad saw. Pada kenyataannya, fenomena distorsi sejarah Islam ini menyebabkan banyak pengklaiman monopoli kebenaran dengan mengatasnamakan golongan penerus Nabi Muhammad saw. dan generasi salaf, kelompok Islam yang kaffah, murni dan asli. Melalui kritik nalar politik-nya M. Foucalt, Ahlussunnah  wal jamaah sebagai sebuah sejarah dan ajaran dapat dianalisa melalui relasi pengetahuan yang diproduksi melalui relasi kuasa sehingga tampak dapat dibedakan antara Ahlussunnah  wal jamaah sebagai sebuah realitas dengan Ahlussunnah  sebagai sebuah rezim kebenaran. Hal ini dipandang perlu mengingat kebenaran yang diperoleh melalui kekuasaan akan yang memosisikan dirinya sebagai norma, moralitas, dan praktik berkuasa. Pada akhirnya, monopoli kebenaran melalui sebuah rezim kebenaran ini akan membiaskan realitas kebenaran sejarah itu sendiri.

Lebih jauh lagi, pertikaian seputar klaim kebenaran itu akan menciptakan perpecahan di tengah umat Islam, jauh dari hakikat perbedaan dalam Islam sebagai rahmat. Tentunya jika hal tersebut terjadi, kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan sofisme dalam sejarah filsafat kuno, atau skeptisisme di zaman modern yang terjebak oleh positivisme, relativisme, atau nihilisme. Tentu saja, kenyataan seperti itu akan menciptakan disorientasi politik umat Islam, yakni pergeseran tujuan arah politik umat islam  dari tujuan seharusnya siyasah syar’iyah yang dipraktekkan Nabi Muhammad.
 Kaitannya dengan pemikiran politik Gus Dur yang bersinggungan pemikiran Ahlussunnah  wal jamaah, maka penelaahan ini menjadi sangat penting. Meskipun akar sejarah antara ahlussunah wal jamaah yang diterapkan Nabi Muhammad, kristalisasi pemikiran ahlussunah wal jamaah masa dinasti Abasiah, ekspansi pemikiran ke Indonesia oleh para ulama shalaf hingga ke pemikiran Gus Dur ini cukup melalui interval ruang dan waktu yang jauh, akan tetapi penelaahan sejarah ini akan turut menentukan sikap politik Gus Dur sendiri.
 Dengan pendekatan teori tingkah laku[2], dapat dideteksi kecenderungan antara pemikiran Gus Dur dengan akar pemikiran yang searah dengan Gus Dur. Tentunya, Ahlussunnah  waljamaah sebagai sebuah sejarah, doktrin, dan manhaj (metode) pemikiran dan gerakan akan turut mempengaruhi banyak corak pemikiran kalangan sunni sehingga wajar saja jika pemikiran Gus Dur berbeda dengan Abu Hasan[3], Gus Solah (Solahudin Wahid)[4] dan beberapa ulama tradisionalis lainyya meskipun sama-sama berasal dari kalangan yang menamakan diri Ahlussunnah  waljamaah.



[1] Perbedaan arkeologi dengan genealogi dalam  membongkar sejarah kebenaran/ pengetahuan  terletak pada peralihan fungsional karena perbedaan objek kajian. Menurut Foucalt, arkeologi memfokuskan pada bagaimana persoalan wacana dibentuk menjadi kerangka teoritis-epistimologis, dan formasi diskursif, sedangkan genealogi memfokuskan pada praktis-politis antara relasi pengetahuan dengan  relasi kekuasaan menjadi bagian integral dari cara berkuasa dan  menguasai. Kutipan Ahmad Baso dalam NU Studies  terhadap Kritik nalar Politik M. Foucalt, The Archaeology of Knowledge, The Order of Think, Discipline of Punish, dan History of Sexuality.
[2]Teori hehavioralisme dalam politik meliputi pendekatan tradisional, yakni pendekatan ideologis, sosiologis, dan psikologis. Sedangkan pendekatan modern yakni meliputi rasionalitas seseorang dalam politik. David E Avter,  Pengantar Analisa Politik, hal 219
[3] Pada Muktamar 1994, abu Hasan menyerang dan melontarkan kritik terhadap berbagai kebijakan Gus Dur, melakukan kampanye anti Gus dur dengan bantuan pemerintah, dan menjadi lawan politik utama pada muktamar Cipasung, Tasikmalaya tersebut. Greg Barton, Biografi Gus Dur, hal. 250-254. Abu Hasan pun mendirikan partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia (SUNI) pada Oktober 1998 di saat Gus Dur bergabung degan PKB. Ali Anwar, Avonturisme NU, hal. 161-162 
[4] Beberapa ketidaksepakatan Gus Solah terhadap gagasan dan sepak terjang Gus Dur yang kontroversi dan inkonsistensi Gus Dur dapat dilihat dalam Gila Gus Dur, Hal. 69-85

Tidak ada komentar:

Posting Komentar